A. Pengertian Usaha Eceran/Ritel
Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, 'retailler', yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eceran berarti secara satu-satu; sedikit-sedikit (tentang penjualan atau pembelian barang); ketengan.
Usaha eceran/ritel adalah semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan atau pembelian barang, jasa atau keduanya secara sedikit-sedikit atau satu-satu langsung kepada konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi, keluarga, ataupun rumah tanggan dan bukan untuk keperluan bisnis (dijual kembali).
Usaha eceran/ritel tidak hanya terbatas pada penjualan barang, seperti sabun, minuman, ataupun deterjen, tetapi juga layanan jasa seperti jasa potong rambut, ataupun penyewaan mobil. Usaha eceran/ritel pun tidak harus dilakukan di toko, tetapi juga bisa dilakukan melalui telepon atau internet, disebut juga dengan eceran/ritel non-toko.
Usaha eceran/ritel tidak hanya terbatas pada penjualan barang, seperti sabun, minuman, ataupun deterjen, tetapi juga layanan jasa seperti jasa potong rambut, ataupun penyewaan mobil. Usaha eceran/ritel pun tidak harus dilakukan di toko, tetapi juga bisa dilakukan melalui telepon atau internet, disebut juga dengan eceran/ritel non-toko.
Secara garis besar, usaha ritel berfokus pada penjualan barang sehari-hari terbagi dua, yaitu usaha ritel tradisional dan usaha ritel modern. Ciri-ciri usaha ritel tradisional adalah sederhana, tempatnya tidak terlalu luas, barang yang dijual tidak terlalu banyak jenisnya. sistem pengelolaan atau manajemennya masih sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar menawar harga dengan pedagang, serta produk yang dijual tidak dipajang secara terbuka sehingga pelanggan tidak mengetahui apakah peritel memiliki barang yang dicari atau tidak.
Sedangkan usaha ritel modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik, menawarkan kenyamanan berbelanja, harga jual sudah tetap (fixed price) sehingga tidak ada proses tawar menawar dan adanya sistem swalayan/pelayanan mandiri, serta pemajangan produk pada rak terbuka sehingga pelanggan bisa melihat, memilih, bahkan mencoba produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ritel
Ada tiga faktor yang dapat mendorong usaha ritel untuk berhasil, antara lain sebagai berikut.1. Lokasi Usaha
Faktor utama yang harus diperhatikan dalam memulai atau mengembangkan usaha ritel adalah faktor lokasi. Panduan dalam memilih lokasi usaha ritel yang baik menurut Guswai (2009) adalah sebagai berikut.
a. Terlihat (Visible)
Lokasi usaha ritel yang baik adalah harus terlihat oleh banyak orang yang lalu lalang di lokasi tersebut.
b. Lalu lintas yang padat (Heavy traffic)
Semakin banyak lokasi usaha ritel dilalui orang, maka semakin banyak orang yang tahu mengenai usaha ritel tersebut.
c. Arah pulang kerumah (Direction to home)
Pada umumnya, pelanggan berbelanja disuatu toko ritel pada saat pulang ke rumah. sangat jarang orang berbelanja pada saat akan berangkat kerja.
![]() |
Lokasi toko ritel di arus pulang dan arus keluar komplek perumahan. |
Lokasi usaha ritel yang baik adalah dekat dengan fasilitas umum seperti terminal angkutan umum, pasar, atau stasiun kereta. Fasilitas umum tersebut bisa menjadi pendorong bagi sumber lalu lalang calon pembeli/pelanggan untuk kemudian berbelanja di toko ritel. Hal ini disebut dengan impulsive buying atau pembelian yang tidak direncakan.
e. Biaya akuisisi (acquisition)
Biaya merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam berbagai jenis usaha. Peritel harus memutuskan apakah akan membeli suatu lahan atau menyewa suatu lokasi tertentu. Peritel hendaknya melakukan studi kelayakan dari sisi keuangan untuk memutuskan suatu lokasi usaha ritel tertentu.
f. Peraturan/perizinan (regulation)
Dalam menetukan suatu lokasi usaha ritel juga harus memperhatikan peraturan yang berlaku. Hendaknya peritel tidak menempatkan usahanya pada lokasi yang memang tidak diperuntukan untuk usaha, seperti taman kota dan bantaran sungai.
g. Akses ( access)
Akses merupakan jalan masuk dan keluar menuju lokasi. Akses yang bai haruslah memudahkan calon pembeli/pelanggan untuk sampai ke suatu usaha ritel. Jenis-jenis hambatan akses bisa berupa perubahan arus lalu lintas atau halangan langsung ke lokasi toko, seperti pembatas jalan.
![]() |
(a) Situasi awal di mana calon pembeli/pelanggan bisa masuk ke lokasi tanpa hambatan |
![]() |
(b) Adanya pembatas jalan menyulitkan calon pembeli/pelanggan menuju lokasi |
Infrastruktur yang dapat menunjang keberadaan suatu usaha ritel, antara lain lahan parkir yang memadai, toilet, dan lampu penerangan. Hal tersebut dapat menunjang kenyamanan pelanggan dalam mengunjungi suatu toko ritel.
i. Potensi pasar yang tersedia (captive market)
Pelanggan biasanya akan memilih lokasi yang dekat dengan kediamannya. Menetapkan lokasi usaha ritel yang dekat dengan pelanggan akan meringankan usaha peritel dalam mencari pelanggan.
j. Legalitas (legality)
Untuk memutuskan apakah akan membeli atau menyewa sebuah lokasi untuk menempatkan sebuah usaha, peritel harus memastikan bahwa lokasi tersebut tidak sedang memiliki masalah hukum (sengketa). Segala perjanjian jual beli maupun sewa menyewa hendaknya dilakukan di hadapan notaris. Pihak notaris akan memeriksa kelengkapan dokumen sebelum melakukan pengesahan jual beli atau pun sewa menyewa.
Kesalahan dalam menentukan lokasi usaha ritel dapat memiliki dampak jangka panjang. Peritel harus mempertimbangkan biaya yang sudah dikeluarkan ketika menjalankan usaha ritel seperti pemasangan listrik, jaringan sistem komputer, dan dekorasi bangunan. memindahkan bisnis ke lokasi yang baru yang dinilai akan lebih menguntungkan juga bukan hal yang mudah karena harus mempertimbangkan berbagai hal, seperti luas ruangan yang dibutuhkan, dekorasi ruangan, perizinan, dan lain sebagainya.
2. Harga yang tepat
Usaha ritel biasanya menjual produk-produk yang biasa dibeli/dikonsumsi pelanggan sehari-hari. Oleh karena itu, pelanggan bisa mengontrol harga dengan baik. Jika suatu toko menjual harga produk dengan harga yang tinggi, maka pelanggan akan pindah ke toko lain yang menawarkan harga yang lebih rendah, sehingga toko menjadi sepi pelanggan. Sebaliknya, penetapan harga yang terlalu murah mengakibatkan minimnya keuntungan yang akan diperoleh, sehingga peritel belum tentu mampu menutup biaya-biaya yang timbul dalam menjalankan usahanya.
3. Suasana toko
Suasana toko yang sesuai bisa mendorong pelanggan untuk datang dan berlama-lama di dalam toko, seperti memasang alunan musik ataupun mengatur tata cahaya toko. Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan suasana toko yang menyenangkan, yaitu eksterior toko dan interior toko.
- Eksterior toko, meliputi keseluruhan bangunan fisik yang bisa dilihat dari bentuk bangunan, pintu masuk, tangga, dinding, jendela dan sebagainya. Eksterior toko berperan dalam mengomunikasikan informasi tentang apa yang ada didalam gedung, serta dapat membentuk citra terhadap keseluruhan tampilan toko.
- Interior toko, meliputi estetika toko, desain ruangan, dan tata letak toko, seperti penempatan barang, kasir, serta perlengkapan lainnya.
Jika pelanggan menagkap eksterior toko dengan baik, maka ia akan termotivasi untuk memasuki toko. Ketika pelanggan sudah memasuki toko, ia akan memerhatikan interior toko dengan cermat. Jika pelanggan memiliki persepsi/anggapan yang baik tentang suatu toko, maka ia akan senang dan betah berlama-lama di dalam toko.
Selain eksterior dan interior toko, faktoe penting lainnya yang mempengaruhi keberhasilan toko adalah pramuniaga. Pramuniaga menentukan puas tidaknya pelanggan setelah berkunjung sehingga terjadi transaksi jual beli di toko tersebut. Pramuniaga yang berkualitas sangat menunjang keberhasilan toko. Pramuniaga sebaiknya mampu menarik simpati pelanggan dengan keramahannya, tegur sapanya, informasi yang diberikan, cara bicara, dan suasana yang bersahabat.
Bisnis Ritel dan Faktor Keberhasilan Bisnis Ritel | Bisnis dan Manajemen
4/
5
Oleh
Handi Wijayadi